Ronny Hariyanto |
NOA | Banda
Aceh - Aktivis Front Anti Kejahatan Sosial (FAKSI) Aceh, Ronny Hariyanto,
mengatakan bahwa para perantau Aceh, khususnya Aceh Timur, di Malaysia dan
berbagai negara lainnya adalah para pejuang ekonomi, yang mampu memberi
konstribusi positif bagi Aceh, khususnya
problem kemiskinan yang menganga di Aceh selama ini.
Untuk itu,
putera Idi Rayeuk, Aceh Timur, berdarah Aceh-Minang ini berpendapat, sudah
selayaknya pemerintah di seluruh tingkatan di Aceh, memikirkan nasib mereka,
terutama ketika mengalami kesulitan di masa darurat Covid 19 ini.
"Mereka
itu pejuang ekonomi bagi Aceh, setidaknya bagi keluarga mereka masing-masing,
uang hasil jerih payah mereka di sanakan dikirim ke kampung halamannya masing-masing,
lantas keluarga mereka membelanjakannya di Aceh, itu terbukti mendorong
perputaran ekonomi, sebab uang dari luar beredar di Aceh, jadi seharusnya
mereka diprioritaskan, apalagi mereka dalam kesulitan saat ini," kata
Ronny, Minggu (17/5/2020).
Ronny
menambahkan perjuangan para perantau tersebut mestinya dihargai setinggi -
tingginya, bukan malah terkesan didiskriminasi atau dianggap warga kelas dua di
Aceh. "Jadi sangat lucu logikanya,
jika pemerintah lebih memikirkan dan memanjakan perusahaan-perusahaan
yang mengeruk untung besar di Aceh, lalu
membawa terbang uang ke luar Aceh, ketimbang putra-putri perantau Aceh,”
sebutnya.
Apapun
ceritanya, lanjut Ronny, mereka adalah warga Aceh, punya hak yang sama di Aceh
ini, bukan warga kelas dua, mau dia masuk negeri jiran secara legal atau
ilegal, itu harusnya menjadi tanggungjawab negara untuk mengatasi kesulitannya.
“Mereka berkorban pergi merantau ke berbagai negara dikarenakan tidak
tersedianya lapangan kerja di negeri ini, sebab keterbatasan kemampuan negara
memfasilitasinya, jadi pengorbanan dan
perjuangan mereka selama ini persis sebagai upaya mengatasi lapangan kerja dan
kemiskinan, masak itu tidak dihargai," ungkap aktivis HAM tersebut.
Ronny sangat
menyayangkan, jika ada pihak-pihak yang seakan menganggap enteng urusan para
perantau atau bahkan memandangnya sebelah mata.
“Inilah konyolnya kita, tidak
memahami hakikat dari eksistensi mereka sebagai perantau, dan konstribusi
mereka terhadap daerah atau negara, padahal warga daerah lain atau negara lain,
sangat menghargai para perantaunya, yang sangat berkonstribusi bagi pembangunan
suatu daerah bahkan negara," ketusnya.
Eks Ketua
Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Provinsi Aceh itu juga merasa sangat
terheran - heran atas lambannya pemerintahan di Aceh, khususnya Aceh Timur,
mengakomodir harapan para perantau tersebut, padahal Aceh sangat dikenal
dengan kekayaan dan lobi - lobi
internasionalnya.
"Aneh
kan, para perantau mau pulang, ngurusnya macam nunggu hari kiamat, entah diurus
entah tidak, padahal para perantau sudah menjerit atas apa yang mereka alami
selama masa Covid 19 di Malaysia, tapi baik dewan maupun pemerintah kesannya
santai - santai aja, ini saya tidak tujukan ke pribadi ya, sebab kalau dewan
mestinya bukan tanggungjawab satu orang dewan saja, begitu juga pemerintah, baik
provinsi maupun kabupaten/kota kesannya santai aja, macam gak ada kejadian apa-apa,"
tandas Ronny.(RED).