Iklan

Proyek Pantai Cunda-Meuraksa Diduga Dikorupsi, Ini Penegasan Demisioner Ketua BEM Hukum Unimal Lhoksumawe

REDAKSI
1/23/21, 12:15 WIB Last Updated 2021-01-24T07:35:19Z

 

Muhammad Fadli, Demisioner Ketua BEM Hukum Unimal saat berorasi


NOA | Lhoksumawe - Pemerintah Kota Lhokseumawe melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah membangun Pengamanan Pantai Cunda-Meuraksa dari tahun 2015-2020 dengan penganggaran sejumlah Rp12,9 Milyar. 


Berdasarkan informasi yang bisa di akses di layanan pengadaan secara Elektronik (LPSE) Kota Lhokseumawe Pembangunan Pengaman Pantai Cunda-Meuraksa tersebut di mulai sejak Tahun 2015. Untuk pengawasan lanjutan dianggarkan sejumlah Rp257,3 juta.

Di Tahun 2016 dianggarkan kembali Rp12,9 Milyar, di tambah lagi Rp185,4 juta di tahun 2016, kemudian di lanjutkan pada tahun 2019 anggaran sejumlah Rp6,8 milyar dengan keterangan tuntas.


Namun kemudian di LPSE Kota Lhokseumawe pada tahun 2020 muncul kembali pengadaan Proyek untuk Pembangunan Pengamanan pantai Cunda- Meuraksa sejumlah Rp4,9 Milyar. 


Hasil penelusuran dari Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Proyek Tahun anggaran (TA) Tahun 2020 tersebut sudah dibayarkan kepada rekanan pemenang Proyek tersebut atas nama PT. Putra Perkasa Aceh yang penanggungjawabnya adalah Mukhlis Takabeya oleh Dinas PUPR Kota Lhokseumawe dengan bukti surat perintah membayar (SPM) tertanggal 22 Desember 2020.


Namun diduga pengerjaan proyek tersebut tidak dilaksanakan, sehingga kasus tersebut sudah masuk tahap Penyelidikan di bagian Intel Kejari Lhokseumawe dan bahkan sudah di panggil beberapa orang dari Dinas PUPR Lhokseumawe untuk dimintai keterangan. 


Namun menurut informasi terakhir PT. Putra Perkasa Aceh sebagai rekanan proyek pengaman pantai Cunda-Meuraksa, Lhokseumawe, sumber dana Otsus tahun anggaran (TA) 2020 dikabarkan telah mengembalikan anggaran kegiatan tersebut ke Kas Daerah Pemerintah Kota Lhokseumawe, Kamis, (21/01/2021). 


Perusahaan itu mengembalikan dana sesuai jumlah yang diterima dari Pemerintah Kota Lhokseumawe pada TA 2020. Sedangkan konsultan pengawas dilaporkan akan mengembalikan dana pengawasan proyek itu ke Kas Daerah Pemerintah Kota Lhokseumawe pada Senin, (25/1/2021) mendatang. 


Menanggapi Hal tersebut Muhammad Fadli, demisioner Ketua BEM Hukum Unimal yang saat ini menjadi Ketua HML Komisariat Hukum Unimal dalam Pers Releasenya, Sabtu, (22/1/2021) menegaskan kejaksaan Negeri Lhokseumawe harus mengusut tuntas Kasus Indikasi Korupsi 4,9 Milyar tersebut meskipun Dana dari Proyek tersebut sudah dikembalikan.


"Kejari Lhokseumawe harus mengikuti Intruksi Presiden RI dan Kajagung RI terkait komitmen dalam melakukan Pemberantasan korupsi di Indonesia, Kasus Tindak Pidana korupsi merupakan Extra Ordinary Crime (Kejahatan yang luar biasa) sehingga pelakunya bisa dijatuhkan Hukuman mati," kata Fadli.


Korupsi, lanjutnya, salah satu faktor terbesar yang membuat Rakyat Indonesia terus di ambang kemiskinan dan membuat Negara Indonesia sulit menjadi Negara Maju. "Pelaku tindak pidana korupsi harus mendapatkan Punishment (Hukuman), karna perbuatannya tersebut sudah mengamputasi hak-hak masyarakat," tegas Fadli.


Apabila, sambungnya, pelaku tindak pidana korupsi tidak diberikan hukuman maka perbuatan korupsi akan semakin masif dan merajalela kedepannya. "Kita lihat sampai saat ini Kota Lhokseumawe masih menjadi salah satu Daerah dengan posisi teratas kasus kemiskinan dan sulitnya lapangan kerja, salah satu faktornya karna pejabatnya yang koruptif," kata Fadli.


Masyarakat Kota Lhokseumawe, tegasnya, saat ini sedang tertuju ke Kejari Lhokseumawe untuk berlaku adil dan mengimplementasikan Azas Equality Before The Law (Persamaan Hak di Muka Hukum). 


"Yang intinya tidak hanya masyarakat biasa yang diberikan Punishment ketika melanggar hukum, namun pejabat juga akan diperlakukan sama apabila melakukan pelanggaran hukum," tegas Fadli.


Fadli menambahkan, secara prinsip hukum apabila unsur-unsur tindak pidana korupsinya sudah terpenuhi, meskipun uang indikasi korupsi tersebut dikembalikan maka tidak bisa menggugurkan/menghapuskan tindak pidana korupsi tersebut.


"Karna itu merupakan delik formil, Relevansi antara pengembalian uang hasil korupsi terhadap sanksi pidana yang dijatuhkan (terhadap pelaku) dijelaskan dalam pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  serta penjelasannya," tutur Fadli.


Dalam pasal 4 tersebut, jelasnya, dinyatakan antara lain bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3.


"Kemudian, di dalam penjelasan pasal 4 UU 31/1999 Jo. UU 20/2001 dijelaskan sebagai berikut, dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut," jelas Fadli.


Pada kesempatan itu, Fadli juga menyebutkan, saat ini pihaknya percayakan prosesnya ke Kejari Lhokseumawe untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Pengaman Pantai Cunda-Meuraksa sejumlah 4,9 Milyar TA 2020 tersebut.


"Kita yakin Kejari Lhokseumawe akan bersikap objektif dan profesional sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang ada, sembari masyarakat dan mahasiswa terus memantau proses yang sedang berlangsung tersebut," tutup Muhammad Fadli.(RED).

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Proyek Pantai Cunda-Meuraksa Diduga Dikorupsi, Ini Penegasan Demisioner Ketua BEM Hukum Unimal Lhoksumawe

Terkini

Adsense