NOA | Pidie - Provinsi Aceh adalah sebuah entitas suku dan wilayah, tentunya ini sangat berbeda dengan suku atau wilayah lainnya yang ada di Indonesia. Masyarakat Aceh adalah masyarakat yang pluralistis dan “terbuka”.
Di Aceh ini terdapat beberapa sub etnis, yaitu Aceh, Alas, Aneuk Jamee, Gayo, Kluet, Simeulu, Singkil, dan Tamiang. Diantara sub etnis diatas, setiap etnis mempunyai adat istiadat yang berbeda, dan ini menjadi sebuah keistimewaan dari beberapa suku yang ada di indonesia.
Dalam masyarakat Aceh, adat merupakan sesuatu yang tertulis ataupun tak tertulis yang menjadi pedoman didalam bermasyarakat Aceh.
Nah, adat yang dipahami ini merupakan titah dari para pemimpin dan para pengambil kebijakan guna jalannya sistim dalam masyarakat. Dalam masyarakat Aceh, adat atau hukum adat jangan sampai bertentangan dengan ajaran agama islam. Sesuatu yang telah diputuskan oleh para pemimipin dan ahli tersebut haruslah seirama dengan ketentuan syariat. Dan jika adat ini bertentangan Ajaran Syariat maka hukum adat itu akan dihapuskan. Inilah bukti bahwa masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi Nilai-nilai keagamaan.
Sebagaimana kearifan orang Aceh, pemulia jame adat geutanyo ( memuliakan tamu adat / ciri khas orang Aceh ), jadi apabila kita berkunjung ke satu daerah maka kita wajib mengikuti aturan adat istiadat daerah tersebut dengan menjunjung nilai-nilai kearifan lokal yang akan membuat kita aman dan nyaman dalam berinteraksi sosial.
Hal tersebut disampaikan DR. Safwan Gade, M.Ag, di hadapan para Bintara Pembina Desa (Babinsa) di Aula Makodim 0102/Pidie, Selasa (13/7/2021).
DR. Safwan yang pernah menjabat ketua perdana KNPI Pijay tahun 2008 menjelaskan bahwa Adat di Aceh adalah aturan hidup. Aturan yang mengatur kehidupan rakyat, yang diciptakan oleh para cerdik dan pandai Aceh bersama Poe Meureuhom/Sultan Aceh, ujarnya
Aturan hidup ini mengikat seluruh rakyat Aceh tanpa kecuali. Dan bagi siapa saja yang melanggarnya, akan mendapat sanksi. Kalau sekarang, aturan hidup ini dikenal dengan istilah Hukum Adat, katanya.
Tambah Safwan, dalam hal ini mewakili Majelis Adat Aceh ( MAA) Kabupaten Pidie menyampaikan kepada seluruh Babinsa dalam jajaran Makodim 0102/Pidie "dimana bumi di pijak disitu langit di junjung artinya Adat dan budaya masyarakat harus di ketahui betul di wilayah toritorial kerja Babinsa masing-masing. Karena karakteristik masyarakat dari satu wilayah dengan wilayah lain sangat berbeda, sehingga dalam pembinaan masyarakat nantinya tidak ada kesalahpahaman di wilayah kerjanya," pungkasnya ( RM)