Dosen Prodi MPI STIT Muhammadiyah Aceh Barat Daya
Penempatan Tenaga Pendidik (Guru) sekolah yang jauh dari lokasi domisili bukan problem yang mendasar dalam meningkatkan Mutu Pendidikan Di Aceh Barat Daya. Ada hal yang lebih urgen dari pada itu seperti; Pemerataan guru berkualitas kesekolah-sekolah, akses ke lokasi sekolah yang baik serta dukungan sarana/prasarana pendidikan yang berkeadilan di setiap lembaga pendidikan yang ada di Aceh Barat Daya. Hal ini akan terlaksana dengan menggunakan sistem manajemen pendidikan yang efektif, efisien, baik dan benar.
Dalam perkembangan organisasi dari waktu ke waktu bahwa sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting, karena konstribusi sumber daya manusia dinilai sangat signifikan dalam pencapaian tujuan organisasi. Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi melalui pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki secara tepat dan relevan maka aktifitas yang berkenaan dengan manajemen sumber daya manusia menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika suatu organisasi.
Mengacu pada era globalisasi yang
menuntut keunggulan bersaing dari setiap organisasi, persaingan global telah
meningkatkan standar kinerja. Penting pula disadari bahwa standar tersebut
senantiasa dinamis, sehingga membutuhkan pengembangan lebih lanjut dari
organisasi dan para pegawainya. Dengan menerima tantangan yang ditimbulkan dari
standar yang makin meningkat ini, organisasi yang efektif bersedia melakukan
hal-hal penting untuk dapat bertahan dan meningkatkan kemampuan strateginya.
Hanya dengan mengantisipasi tantangan ini, organisasi dapat meningkatkan
kemampuannya dan para tenaga pendidikan (guru) dapat mempertajam keahlian
mereka.
Pendidikan merupakan suatu
organisasi yang memiliki berbagai macam sumber daya sebagai masukan (input)
yang diolah menjadi output baik berupa barang atau jasa. Sumber daya tersebut
dapat berupa uang yang merupakan modal, teknologi sebagai sarana penunjang
kegiatan, bahan mentah sebagai masukan yang diolah melalui proses kegiatan
untuk menjadi keluaran, manusia, dan lain sebagainya. Sumber daya utama dalam
sebuah organisasi adalah manusia, oleh karena itu perlu pengelolaan dan
pengendalian sumber daya manusia agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Dalam sistem pendidikan nasional,
organisasi yang bergerak dalam sistem tersebut merupakan subsistem yang
memiliki sumber daya manusia yang perlu dikelola secara tepat. Secara nyata
mereka adalah para tenaga pendidikan yang memiliki peran sangat penting dalam
mewujudkan tujuan organisasi Pendidikan, yang pada gilirannya memberikan
konstribusi yang signifikan terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Kepentingan unsur manusia dalam
organisasi pendidikan bukanlah sekedar mengungguli unsur-unsur lainnya seperti metode,
material, uang, mesin, market dan sejumlah peraturan yang ada, akan tetapi
unsur ini telah dimaklumi sebagai potensi yang memiliki nilai ekonomis yang
relatif lama.
Produktifitas pendidikan nasional,
khususnya peningkatan mutu pendidikan pada akhirnya banyak tergantung pada
seberapa jauh konstribusi yang diberikan oleh sumber daya manusia melalui
pelaksanaan tugas mereka sehari-hari. Untuk mencapai mutu pendidikan yang
tinggi, tujuan harus dirumuskan, kebijakan harus dibuat dan ditetapkan,
fasilitas harus disediakan, keuntungan harus diperoleh, dan setiap pelaksanaan
tugas dimanapun harus dikoordinasikan. Semua kegiatan tersebut akhirnya akan
terpulang kepada sejumlah orang dalam hal ini ksususnya tenaga pendidikan
(guru) yang terlibat. Oleh karena itu peran mereka sangat menentukan gagal atau
berhasilnya pelaksanaan tugas. Mereka itu haruslah dipersiapkan secara khusus,
terpelajar dan terpilih.
Menjadi tenaga pendidik atau profesi
guru adalah sebuah pekerjaan yang sangat mulia, tugas guru ialah mentransfer
ilmu pengetahuan, pengalaman, penanaman nilai-nilai budaya, moral dan agama.
Selain itu guru juga berfungsi sebagai motivator, konsoling dan pemimpin dalam
kelas. Kehadiran guru ditengah-tengah masyarakat merupakan unsur utama dan
terpenting.
Bisa dibayangkan jika
ditengah-tengah kehidupan manusia tidak ada seorang guru, kita akan hidup dalam
lingkaran tradisi-tradisi kuno serta peradaban kuno, sangat mustahil sebuah
bangsa bisa maju tanpa pendidikan dan guru. Upaya guru mendidik, membimbing,
mengajar dan melatih anak didik bukanlah hal yang mudah dan gampang ini
membutuhkan keseriusan, pengalaman serta profesionalisme dalam
mengorganisasikan pembelajaran sehingga mampu menjadi materi pelajaran yang dapat
dipahami anak didik dengan baik.
Guru mempunyai tugas yang kompleks
dan sangat berat karena membawa misi pembelajaran, pencerdasan dan pembaharuan
sehingga mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangunan bangsa. Ketika
bom atom melulu lantakkan Hirosima, yang pertama yang ditanyakan kaisar jepang
pada waktu itu ialah, berapa banyak guru yang selamat, ini menunjukkan betapa
pentingnya peran dan posisi guru dalam pembangunan suatu bangsa.
Dalam undang-undang guru dan dosen
No. 14 tahun2005 pasal 1 ayat 1 : Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selanjutnya penyelenggaraan
pendidikan pada pasal 1 ayat 5 : Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah
Daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan
formal.
Tenaga pendidik merupakan sumber
daya manusia yang berperan penting dalam pencapaian tujuan organisasi
pendidikan yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian mutu pendidikan. Oleh
karena itu dalam pengelolaan tenaga pendidik memerlukan dan penting
memperhatikan prinsip manajemen yang berorientasi pada visi pendidikan regional
maupun nasional. Sehingga dalam proses pengelolaan dan penempatan tenaga
pendidik sesuai dengan kebutuhan rombel (rombongan belajar) dan manajemen
sumber daya manusia.
Terkait manajemen penempatan
tenaga pendidik, di Kabupaten Aceh Barat
Daya Provinsi Aceh. Sejalan dengan daerah lain di Indonesia, manajemen
penempatan tenaga pendidik di sekolah masih belum merata. Hal ini terlihat dari
adanya beberapa informasi yang mempersoalkan, bahkan mengkritisi pengambil
kebijakan tertinggi daerah ini untuk meninjau ulang penempatan lokasi tenaga
pendidik yang jauh dari lokasi sekolah.
Sebenarnya bila kita tilik lagi
secara UU, tidak ada larangan atau anjuran yang mengatur penempatan PNS atau
tenaga pendidik harus melihat jarak lokasi tempat kerja (sekolah) dengan tempat
domisili. Kebijakan penempatan secara ilmu manajemen sumber daya manusia hanya
memberikan pedoman kepada manajer, pimpinan untuk memperhatikan beberapa
prinsip dasar, diantaranya prinsip kemanusiaan, (karena faktor usia, tidak bisa
nyetir, dan kondisi kesehatan atau alasan kemanusiaan lainnya).
Pendidikan dalam
penyelenggaraannya memerlukan pengelolaan yang tepat agar sasaran dan tujuan
pendidikan dapat diperoleh secara efektif dan efisien, sehingga perlu dirancang
dalam sebuah sistem pengelolaan pendidikan dengan istilah ssstem manajemen
pendidikan. Sistem mencakup suatu kesatuan yang terorganisir atau terstruktur; Kesatuan
itu terdiri atas sejumlah komponen yang saling terkait dan berpengaruh satu
sama lain; Masing-masing komponen memiliki fungsi tertentu dan bersamaan
melaksanakan fungsi dari struktur untuk mencapai tujuan yang terlah ditetapkan.
Dari uraian tersebut proses
pendidikan tidak hanya dilihat dari sisi penempatan jarak domisili tenaga
pendidik dengan sekolah, karena memang jarak domisili bukan inti dari masalah
penyebab rendahnya mutu atau daya saing lululusan. Namun ada masalah lain yang
perlu di perhatikan yaitu prinsip pemerataan guru yang sesuai kebutuhan serta
kualitas guru–guru dalam satu sekolah yang tidak merata, seperti yang terlihat
di Aceh Barat Daya bahwa hanya sekolah yang di daerah perkotaan yang terlihat
gurunya bagus dan berkualitas.
Sementara sekolah yang jauh dari
kota guru-gurunya kurang di berdayakan dan bahkan masih ada juga akses menuju kedaerah
tersebut masih sulit dilewati dan diakses. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa, profesi guru
adalah profesi mulia, menjadi guru harus bangga dan didukung oleh semangat dan
dorongan dalam rangka beribadah.
Mengutip komentar Bupati Aceh Barat
Daya pada salah satu akun sosial media “ Nah ini memang problem besar. Tapi di
balik rasa sayang dan prihatin kita, ada persoalan lain yg sangat-sangat
penting, yaitu pemerataan guru. Prinsip mengajar di sekolah dengan jarak paling
dekat dengan rumah guru, sudah bertahun-tahun diterapkan di Abdya.
Malah sudah sejak awal pemerintah periode pertama saya, belasan tahun lalu. Masalahnya, tidak semua guru bisa mendapatkan fasilitas seperti itu. Untuk mata pelajaran tertentu, ada daerah yg tak punya. Misalnya babahrot, memang banyak tak punya guru mata pelajaran tertentu, sehingga jarak paling dekat biasanya diambil dari kuala batee. Sebaliknya, kekurangan di kuala batee, dipasok dari jeumpa, susoh, atau blangpidie.
Saya ingin nama dan alamat guru
tersebut, dan tempat mengajar beliau di gunung samarinda. Biar saya teliti dan
jadikan sampel apakah dinas pendidikan patuh pada prinsip guru itu, atau memang
ada penyimpangan terhadap prinsip guru mengajar di sekolah paling dekat dengan
rumahnya.
Kalau prinsip itu sudah dilanggar,
saya akan menegur dinas pendidikan, dan memerintahkan mutasi guru secepatnya
untuk kembali pada prinsip guru mengajar di sekolah paling dekat dengan
rumahnya, kecuali terpaksa untuk alasan pemerataan guru. Kalau karena alasan
pemerataan guru mata pelajaran tertentu, maka apa boleh buat, prinsip itu harus
dilanggar. Sebab, bila tak ada guru mata pelajaran tertentu di gunung
samarinda, pemerintah akan lebih disalahkan lagi.”
Dalam konteks ini political will
yang dilakukan Bupati Aceh Barat Daya sekaligus sebagai “manajer pendidikan”
sudah tepat, karena untuk mensiasati kekurangan guru pada sekolah-sekolah
tertentu di Aceh Barat Daya salah satu cara yang memungkinkan dilaksanakan saat
ini adalah dengan “mengestafetkan” guru dari wilayah domisili guru dengan
lokasi sekolah.
Program ini sebenarnya juga tidak
akan berjalan efektif apabila tidak disertai oleh mental-mental pendidik yang
memahami tugas profesinya. Karena upaya pemerintah ini masih ditolak oleh
guru-guru hal ini di buktikan dengan cara “melobi” lingkaran atau pengambil
kebijakan di daerah ini untuk tidak di rotasikan dari tempat yang mereka anggap
sudah dekat dan nyaman.
Hal ini bisa kita lihat pada masa
tahun 2008 silam, pada saat itu tim yang menyusun program estafet ini kewalahan
mempertimbangkan guru-guru yang mengandalkan memiliki power untuk tidak di
masukkan dalam daftar rotasi guru dengan berbagai alasan.
Dari permasalah yang terjadi yang
ingin kita sampaikan dalam permasalahan ini adalah “bahwa pengawasan proses
pendidikan di Aceh Barat Daya harus dilakukan secara massif dan sistematis
bukan hanya soal penempatan guru yang jauh dari daerah domisili saja, dan
pengawasan bukan sekedar lipstik sehingga profesi yang ada jadi alat pencitraan
politik bagi pelaku politik di Kabupaten ini.
Ada hal yang perlu di perhatikan,
seperti pemerataan kualitas guru, akses; jalan/transportasi, jaringan
lokasi/lingkungan sekolah penempatan kepala sekolah yang berkompeten serta
memenuhi kualifikasi dan lain sebagainya yang berkaiatan dengan peningkatan
indeks manusia.
Dan oleh karena itu kita berharap semua elemen terkait, bisa dilibatkan dalam proses perbaikan kualitas Sumber Daya Pendidikan di Kabupaten Aceh Barat Daya. Serta bagi yang menjalan profesi itu kita juga berharap mampu menghargai dan menjalankan amanah profesi dengan baik, profesional dan proporsional. Semua itu akan dapat diwujudkan dengan menggunakan pola sistem manajemen pendidikan yang baik dan benar.