Direktur Utama Bank Aceh Syariah, Haizir Sulaiman |
Pada tahap pertama, yakni 7 Desember 2020
hingga 7 Juni 2021 jumlah yang disalurkan tercatat sebesar Rp 1,5 triliun.
Sementara itu, pada tahap kedua yang penyalurannya dijadwalkan sejak 7 Juni
hingga 7 Desember 2021, jumlah yang sudah disalurkan sebanyak Rp 436 miliar.
Hal ini disampaikan Direktur Utama Bank
Aceh Syariah, Haizir Sulaiman saat menjadi narasumber dalam salah satu
talkshow, Selasa (10/08/2021), di Banda Aceh. Kegiatan tersebut menghadirkan
narasumber lainnya yaitu Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan (DJPb) Aceh, Syafriadi dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Aceh, Yusri.
Pada kesempatan itu, Haizir menjelaskan
pada tahap pertama jumlah dana yang ditempatkan Rp 300 miliar dengan target
nominal ekspansi Rp 600 miliar. “Namun pada tahap ini kami mencapai 5 kali daya
ungkit dari 2 kali yang diharapkan, sehingga total penyaluran pada tahap
pertama sebesar Rp 1,5 triliun,” sebutnya.
Sementara pada tahap kedua jumlah dana yang
ditempatkan juga Rp 300 miliar dengan target nominal ekspansi pembiayaan Rp 600
miliar dengan target realisasi hingga 7 Desember 2021. Hingga periode Juli,
dana yang telah disalurkan dalam bentuk pembiayaan mencapai sebesar Rp 436
miliar atau mencapai 72%.
Dikatakan, penempatan dana PEN sebanyak dua
tahap merupakan wujud kepercayaan pemerintah kepada Bank Aceh Syariah sebagai
bank penyalur PEN. Adapun beberapa kriteria yang menjadi indikator utama adalah
merupakan bank umum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di wilayah
Indonesia dan minimal 51 persen sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia
atau badan hukum Indonesia.
Selanjutnya, memiliki investmen grade
menurut rating yang dikeluarkan paling
kurang oleh dua lembaga pemeringkat rating nasional atau internasional yang
berada dan telah diakui oleh OJK. Kemudian tingkat kesehatan bank dalam
kategori sehat, portofolio pembiayaan produktif mengalami pertumbuhan. “Penempatan PEN tahap dua merupakan bentuk
apresiasi pemerintah atas capaian keberhasilan penyaluran PEN pada tahap satu,”
ujar Haizir.
Haizir menyebutkan ada beberapa strategi
yang dilakukan Bank Aceh Syariah dalam rangka meningkatkan ekspansi penyaluran
dana PEN, yaitu mapping potensi ekonomi unggulan dari masing-masing daerah,
inventarisir pembiayaan yang tidak terdampak Covid-19, dan sosialisasi
penyaluran dana PEN kepada masyarakat.
“Dengan adanya penyaluran PEN ini
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan UMKM di Aceh, membangun UMKM yang kuat
dan kokoh di tengah pandemi, serta dapat menjadi stimulus bagi perekonomian
Aceh. Sementara bagi bank dapat meningkatkan outstanding pembiayaan produktif
dan meningkatkan pendapatan,” kata Haizir.
Kepala Kantor Wilayah DJPb Aceh, Syafriadi
menyampaikan program PEN merupakan sebuah langkah antisipatif yang cepat
dilakukan oleh pemerintah untuk menghambat dampak buruknya dari pandemi
Covid-19. Pada 2020, PEN memiliki enam kluster dengan alokasi pagu kisaran Rp
695 triliun secara nasional. Ada kluster kesehatan, perlindungan sosial, UMKM,
insentif usaha dan lainnya.
“Salah satunya kluster yang berhubungan
dengan UMKM. Karena selain bantuan pemerintah untuk usaha mikro juga ada dimana
pemerintah mendorong Bank Pembangunan Daerah untuk turut serta menjadi
instrumen. Pemerintah menampatkan dananya di Bank Pembangunan Daerah, salah
satunya yang sudah kita lakukan penempatan dana pemerintah di Bank Aceh Syariah,”
sebutnya.
Menurut Syafriadi, itu merupakan sebuah
bentuk kepercayaan pemerintah kepada Bank Aceh Syariah karena dinilai mampu dan
layak untuk turut serta berperan secara aktif dalam pemulihan ekonomi nasional.
Sementara Kepala OJK Aceh, Yusri
menyampaikan banyak peraturan-peraturan dari OJK yang sudah diterbitkan,
seperti POJK Nomor 11 yang diterbitkan pada Maret 2020 yang mengatur mengenai
kebijakan bagi bank yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur
yang terkena dampak Covid-19, termasuk debitur UMKM dengan tetap memperhatikan
prinsip kehati-hatian.
“Kita tahu masyarakat yang berdampak ini
sudah susah mengangsur pembiayaan bagi bank. Apabila ini tidak dilakukan, maka
performanya menjadi buruk maka keluarlah peraturan itu semacam memberikan
relaksasi. Silakan melakukan restrukturisasi kepada masyarakat atau pelaku
usaha yang benar-benar terdampak,” sebutnya.
Dikatakan, POJK Nomor 11 tersebut berakhir
Maret 2021. Namun pada Desember 2020 pemerintah melihat pandemi ini belum
berakhir, dan apabila dihentikan maka akan menjadi kesulitan bagi perbankan dan
masyarakat.
“Lalu dijadikan perubahan dari POJK Nomor
11 itu, yang intinya memberikan perpanjangan waktu setahun lagi kepada
masyarakat untuk benar-benar bisa memperbaiki usahanya,” kata Yusri. (*)