Iklan

Sekjen Kemendagri Perintahkan Gubernur Aceh Kukuhkan Pengurus MAA 2019-2023

REDAKSI
1/29/22, 11:52 WIB Last Updated 2022-01-29T07:32:41Z


Banda Aceh - Menteri Dalam Negeri melalui Sekretariat Jenderal Kemendagri memerintahkan Gubernur Aceh Nova Iriansyah untuk mengukuhkan Pengurus Majelis Adat Aceh (MAA) Periode 2019-2023. Alasannya, sengketa tersebut sudah berkekuatan tetap (lnkracht Van Gewijsde).


Penegasan tersebut disampaikan Sekretariat Jenderal Kemendagri kepada Gubernur Aceh melalui surat Nomor: 180/165/SJ, perihal; pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (lnkracht Van Gewijsde), tanggal 13 Januari 2022.


Surat itu ditandatangani Suhajar Diantoro, pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).


“Dalam rangka mewujudkan aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelaksanaan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka diharapkan kepada saudara selaku Tergugat, untuk melaporkan hasil pelaksanaannya kepada Menteri Dalam Negeri, ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara,” begitu bagian akhir dari surat tersebut.


Sebelumnya, Sekjen Kemendagri mengutip surat Ketua Pengadilan Tata Usaha Nomor W1.TUN5/523/HK.06/8/2021, tanggal 4 Agustus 2021, perihal Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh Nomor; 16/G/2019/PTUN.BNA, tanggal 24 September 2019 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan 293/B/2019/PTTUN.MDN, tanggal 21 Januari 2020 jo. 263 K/TUN/2020, tanggal 28 Juli 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap (lnkracht Van Gewijsde).


Itu sebabnya, Sekjen Kemendagri menyampaikan beberapa hal kepada Gubernur Aceh. Pertama, terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh Nomor; 16/G/2019/PTUN.BNA jo. 293/B/2019/PTTUN.MDN jo. 263K/TUN/2020 dengan amar putusan pada intinya menyatakan tidak sah dan mencabut; Surat Gubemur Aceh Nomor 180/704, tanggal 16 Januari 2019, perihal Penetapan Pengukuhan Dewan Pengurus dan Pemangku Adat pada MAA Tahun 2019-2023.


Kedua, Keputusan Gubemur Aceh Nomor 821.29/298/2019, tanggal 14 Februari 2019, tentang Pengangkatan Pelaksana Tugas Ketua Pengurus Majelis Adat Aceh.


Ketiga, mewajibkan kepada Tergugat untuk melanjutkan proses Usul Penetapan Pengukuhan Dewan Pengurus MAA Periode 2019-2023, berdasarkan hasil Mubes.


Keempat, berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf L UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menyatakan bahwa "Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.


Sebelumnya, Gubernur Aceh Nova Iriansyah dinilai abaikan melaksanakan putusan tetap inkrach Mahkamah Agung, terkait sengketa kepengurusan Majelis Adat Aceh (MAA) tahun 2019-2023.


Kasus ini berawal dari surat Plt Gubernur Aceh No 180/704, tanggal 16/1/2019, perihal penetapan Dewan Pengurus dan Pemangku Adat pada MAA.


Gubernur menolak usulan Ketua MAA terkait pengukuhan kepengurusan hasil Mubes 2018.


Selanjutnya, melalui keputusan Plt Gubernur No 821/298/2019 tanggal 14/2/2019, mengangkat pelaksana Tugas Ketua Pengurus MAA.


Atas dasar itulah, kepungurusan lama yang diketuai H. Badruzzaman Ismail, menggugat Plt Gubernur Aceh ke Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Banda Aceh, tanggal 24 April 2019.


"Kami menggugat karena gubernur menganulir dan mengintervensi hasil Mubes 22-25 Oktober 2018 di Banda Aceh," kata Badruzzaman di Banda Aceh beberapa waktu lalu.


"Menurut Qanun No 3 tahun 2004, tentang struktur kepengurusan organisasi dan tata cara kerja MAA, secara hukum dianggap kebijakan Gubernur Aceh telah melampaui tugas atau mal adminitrasi karena MAA adalah otonom dan mitra pemerintah daerah," ujarnya.


Demikian juga pemilihan kepengurusan lima tahun sekali adalah wewenang pleno Mubes MAA. Semua itu telaksana secara demokratis, musyawarah, rukun, aman sesuai dengan tata tertib yang disahkan dalam sidang pleno Mubes.


Seharusnya Gubernur Aceh Nova Irainsyah membangun, membina Apartur Sipil Negara untuk terus mencapai pelaksanaan administrasi pemerintah negara yang teratur, tertib dan bersih.


"Masalahnya adalah, penyalahgunaan wewenang administrasi pemerintahan bukan bersifat sengketa kelompok atau internal MAA antara pengurus kabupaten/kota, bukan juga sengketa eksternal yang lain namun sengketa ini menyangkut adminitrasi negara," jelasnya.


Dalam proses peradilan sengketa ini sudah ada putusan tetap, dari Ombudsman, di Pengadilan PTUN Banda Aceh, lalu banding PTUN Medan serta Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia.


Hasilnya, telah dimenangkan kepengurusan MAA hasil Mubes 2018 (H. Badruzzaman Ismail, SH MHum) dan sudah ada keputusan tetap.


Karena itu PTUN Banda Aceh telah mengeluarkan perintah eksekusi sejak (11/1/2021), namun Gubernur Aceh tidak mengindahkan bahkan tanpa respon sama sekali.


Sementara itu keputusan tetap (inkrach) Mahkamah Agung yang wajib dijalankan Gubernur Aceh adalay, mencabut surat Gubernur Aceh Nomor 180/704, tanggal 6 Januari 2019, tentang penetapan pengurus pemangku adat pada MAA tahun 2019-2023.


Selanjutnya mencabut keputusan Gubernur Aceh Nomor 821.29/298/2019, tentang pengangkatan pelaksanaan tugas ketua pengurus MAA, serta mewajibkan kepada tergugat untuk melanjutkan usulan penetapan pengukuhan Dewan Pengurus MAA berdasarkan hasil Mubes 2018. "Namun itu juga tidak dijalankan Gubernur sebagai tergugat," kata Badruzzaman.


"Sejak awal sengketa ini MAA pernah mengajak Gubernur untuk beraudiensi atau berkomunikasi, ini pun tidak direspon sedikit pun, tertulis maupun lisan tidak ada sama sekali," ungkap akademisi yang juga tokoh Aceh ini.***

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Sekjen Kemendagri Perintahkan Gubernur Aceh Kukuhkan Pengurus MAA 2019-2023

Terkini

Adsense