Iklan

Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bersama Para Pejabat Utama Lakukan Pertemuan dan Silaturahmi dengan Wali Nanggroe

REDAKSI
5/13/22, 02:43 WIB Last Updated 2022-05-12T20:08:06Z
Banda Aceh - Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh beserta rombongan melakukan kunjungan kerja dan silaturahmi ke Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Kamis (12/05/2022). Kedatangan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh disambut oleh Wali Nanggroe Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Muhammad Rafiq selaku  Staf Khusus Wali Nanggroe bidang luar negeri, selanjutnya Kajati bersama rombongan diarahkan menuju ke aula pertemuan.

Dalam pertemuan yang berlangsung di aula Meuligoe Wali Nanggroe Aceh tersebut Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bambang Bachtiar, SH. MH, memperkenalkan diri selaku Pejabat yang baru melaksanakan tugas di Aceh dan menjelaskan maksud kedatangan berkunjung ke Wali Nanggroe Aceh.

"Saya bersama rombongan hari ini datang ke Meuligoe Wali Nanggroe Aceh  untuk bersilaturahmi dengan Wali Nanggroe dan memperkenalkan diri sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh yang baru," ucap Kajati.

Selanjutnya Kajati memperkenalkan juga   rombongan yang ikut serta dalam kunjungan tersebut yakni :
Asisten Bidang Tindak Pidana Umum, Djamaluddin, SH.MH.
Asisiten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Rahmat Azhar, SH.MH.
Asisiten Bidang Intelijen, Mohamad Rohmadi, SH.MH.
Asisten Bidang Pembinaan, M.Rizal Sumadiputra, SH.MH.
Kepala Bagian Tata Usaha, Rachmadi, SH.

Wali Nanggroe Tgk. Malik Mahmud Al Haythar dan Muhammad Rafiq selaku  Staf Khusus Wali Nanggroe Bidang Luar Negeri menyambut baik kedatangan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh beserta rombongan tersebut.

Wali Nanggroe didampingi Staf Khusus menjelaskan kondisi Aceh saat sekarang ini setelah menjalani 17 tahun  dilakukannya perdamaian Indonesia dan GAM belum sesuai dengan seperti yang diharapkan dan dicita-citakan baik secara ekonomi maupun secara kemajuan perkembangannya. 

Saat ini ekonomi Aceh masih sangat bergantung dengan daerah lain khususnya daerah tetangga yakni Medan atau Sumatera Utara. Banyak kebutuhan masyarakat Aceh diproduksi di Medan dan dijual di Aceh. Aceh dijadikan sebagai tempat pemasaran. 

Demikian pula dengan hasil pertanian dari Aceh seperti padi secara ekonomi harganya diatur dan ditentukan dari daerah lain sebab sebelum petani memanen hasil pertaniannya telah terlebih dahulu dijual kepada orang lain yang berasal dari luar daerah Aceh. 

"Jadi pada saat panen petani Aceh tidak menikmati hasilnya dan tidak bisa ikut menentukan harga sebab harganya sudah ditentukan oleh pihak lain yang sudah terlebih dahulu membeli hasil pertaniannya," kata Wali Nanggroe.

Secara umum disebutkan Aceh yang memiliki kekayaan dari hasil pertanian dan perikanan belum bisa menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. 

Demikian juga dalam kegiatan Pemerintahan dalam hal pembangunan juga banyak ditemukan hal yang janggal dimana dana Otsus yang diperuntukkan untuk peningkatan kesejahteraan dan pembangunan di Aceh tidak dapat dipergunakan dan dimanfaatkan secara baik agar berguna bagi masyrakat Aceh dimana dana tersebut dikembalikan lagi ke Pusat padahal masyarakat Aceh sangat membutuhkan dana tersebut untuk pembangunan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh.

Selanjutnya pertemuan tersebut juga membicarakan mengenai penegakan hukum di Aceh, dimana Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh memberikan  pernyataan bahwa Kejaksaan Tinggi Aceh saat ini menerapkan prinsip bukan untuk mencari perkara yang sebanyak-banyaknya dengan memenjarakan orang sebanyak-banyaknya tetapi bagaimana supaya memastikan bahwa di Aceh tidak terjadi permasalahan-permasalahan Hukum. Apabila permasalahan itu timbul tidak semuanya perkara akan di putus melalui jalur persidangan.

 Terhadap perkara-perkara yang sederhana dapat dilakukan melalui Restorative Justice setelah dilakukan perdamaian di Gampong. 

Hal ini sejalan dengan ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang Pokok pemerintahan Aceh ,dimana didalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat telah di atur.

 Bilamana terjadi permasalahan hukum di tingkat Gampong, Keuchik bersama dengan Tuha Peut dapat menyelesaikan dan memutus perkara di tingkat Gampong tanpa harus melalui proses persidangan, sehingga antara ketentuan yang diberlakukan di dalam Restorative Justice oleh Kejaksaan seiring dan sejalan dengan ketentuan di dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat.

Kajati juga menyampaikan bahwa Kejaksaan secara terbuka akan memberikan bantuan pelayanan hukum kepada masyarakat bilamana di butuhkan dan dapat dilaksanakan di rumah Restorative Justice yang telah di buat di Gampong se Aceh. Dan apabila Keuchik menemukan kesulitan atau kendala dalam menyelesaikan masalah di Gampong dapat meminta bantuan pelayanan hukum kepada Kejaksaan.

Dalam bincang-bincang pada pertemuan tersebut tercetus wacana akan dilakukan kerja sama antara Wali Nanggroe dengan kejaksaan Tinggi Aceh dalam bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun).
 
Pertemuan tersebut berlangsung secara santai, penuh keakraban, aman lancar, dengan mematuhi protokol kesehatan dan diakhiri dengan tukar menukar cenderamata serta foto bersama.(MS/ril).
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bersama Para Pejabat Utama Lakukan Pertemuan dan Silaturahmi dengan Wali Nanggroe

Terkini

Adsense