Iklan

Restorative Justice, Sisi Humanis Kejaksaan Yang Mengedepankan Perdamaian

REDAKSI
9/02/22, 15:25 WIB Last Updated 2022-09-02T08:25:53Z
Jakarta - Kejaksaan Republik Indonesia mendirikan Rumah Restorative Justice. Program ini diharapkan masalah tindak pidana ringan dapat diselesaikan tanpa hukuman penjara. Rumah Restorative ini bekerja berlandaskan dari prinsip Keadilan Restoratif atau Restorative Justice.

Melansir laman Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, kemunculan Restorative Justice dilatarbelakangi ketidakpuasan atas implementasi sistem peradilan pidana pada pertengahan 1970-an. Sifatnya yang retributif dianggap kurang memberikan manfaat bagi korban, pelaku, dan masyarakat sekitar.

Beberapa kelompok aktivis sistem peradilan pidana yang tersebar di Amerika Utara dan Eropa berupaya mengadakan gerakan reformasi sistem pemidanaan secara terorganisasi. Hingga 1974, muncullah Victim-Offender Reconciliation Program (VORP) di Ontario, Kanada, yang diindikasikan sebagai gerakan awal konsep Restorative Justice.

Program yang semula ditujukan kepada pelaku tindak pidana anak dalam bentuk ganti rugi kepada korban ternyata memperoleh tingkat kepuasan yang cukup tinggi dari korban, pelaku, maupun masyarakat. Tanggapan positif ini yang kemudian mendorong lahirnya program serupa dalam aspek tindak pidana yang lain.

Di Indonesia, keberadaan Restorative Justice tertuang di dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Restorative Justice adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, bukan pembalasan oleh korban.

Upaya damai antara pelaku dan korban diupayakan dalam Restorative Justice. Jaksa Penuntut Umum menawarkan upaya perdamaian kepada korban dan tersangka tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Pelaksanaan dilakukan di kantor Kejaksaan dengan tenggat waktu paling lama 14 hari sejak penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti.

Dialog dan Mediasi

Mekanisme yang sering dipakai dalam konsep Restorative Justice ini, antara lain adalah dialog dan mediasi. Kedua mekanisme ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan tanpa melalui persidangan bersama sehingga keadaan dan pola hubungan antara pelaku dan korban dapat diperbaiki.

Di Provinsi Aceh, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Bambang Bachtiar SH MH, bersama jajarannya sangat gencar mensosialisasikan program Restorative Justice ini dengan turun langsung ke daerah. Dimana saat ini Kampung dan Rumah Restorative Justice dan juga  sudah banyak terbentuk di Kabupaten/Kota.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Restorative Justice, Sisi Humanis Kejaksaan Yang Mengedepankan Perdamaian

Terkini

Adsense