Iklan

Rafly Kande: Pemerintah Harus Tegas Terkait PT BMU

REDAKSI
9/01/23, 21:08 WIB Last Updated 2023-09-01T14:08:15Z
Banda Aceh - Kasus penolakan izin tambang untuk PT Beri Mineral Utama (BMU) di Aceh Selatan menjadi isu nasional dalam sepekan terakhir. Keberadaan perusahaan tambang di Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah itu dianggap illegal dan telah memantik kemarahan warga hingga terjadi penolakan massif dalam bentuk demonstrasi.

Warga setempat, mahasiswa, hingga aktivis lingkungan menyebutkan, eksploitasi yang dilakukan perusahaan itu tidak sesuai izin yang dikantongi dan telah menimbulkan kerusakan lingkungan alam dan kehidupan sosial di sekitar kawasan tambang. 

Demonstrasi massa tidak hanya dilakukan di Aceh Selatan, namun juga di Kantor Gubernur di Banda Aceh. Masyarakat, mahasiswa, dan aktivis mendesak agar pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi segera mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) Produksi milik PT. BMU. 

Anggota DPR RI asal Aceh, Rafly Kande juga memberi perhatian khusus terhadap isu ini. Kepada media Rafly mengaku, masyarakat Kluet telah meluapkan kekesalan kepadanya selaku Anggota Komisi VI DPRI. 

Atas berbagai keluhan dan pandangan yang telah diterima Rafly Kande, Ia melihat pemerintah perlu segera mengambil tindakan tegas terkait izin usaha pertambangan milik PT BMU. 

“Secara personal dan lembaga dan kontribusi saya selama ini, saya tentu ingin persoalan PT BMU ini tuntas. Pemerintah perlu mengambil tindakan tegas dan mengevaluasi terkait perizinan PT BMU ini,” ujar Rafly Kande.

Pelantun lagu Rawa Tripa ini mengutarakan, keluhan masyarakat perihal tambang PT. BMU sudah berlangsung sejak Mei 2023. Dimulai dari peneliti dari Pusat Kajian Analisis Transaksi (PuKAT) Aceh Selatan, laporan masyarakat terkait pencemaran lingkungan, tinjauan tim evaluasi tambang Aceh, sampai pada puncaknya demonstrasi massa yang terjadi sekarang ini.  

Menurutnya, Pemerintah Aceh melalui Surat Kepala Dinas ESDM dengan Nomor 540/343 tanggal 3 April 2023 memberikan teguran berupa sanksi administratif peringatan pertama kepada PT. BMU. “Akan tetapi, perusahaan tersebut justru melaksanakan kegiatan operasional sampai terjadinya gejolak penolakan secara massif,” ujarnya.

Dalam surat tersebut menjelaskan bahwa PT. BMU memegang izin Bupati Aceh Selatan Nomor: 52 Tahun 2012 untuk usaha pertambangan bijih besi. Perusahaan tidak memiliki izin untuk menambang emas. “Ini bertentangan Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-undang Nomor: 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor: 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” kata Rafly Kande.

Hal yang mencengangkan lagi katanya, sebagaimana disampaikan oleh Kabid Pelayanan dan Perizinan B DPMPTSP Aceh, Marzuki, hasil evaluasi dan verifikasi faktual menunjukkan PT. BMU menambang emas. “Padahal, izinnya menambang bijih besi. Terdapat beberapa pelanggaran seperti adanya kolam perendaman dan lubang-lubang bekas galian,” ujarnya. 

Khalayak umum dapat mengakses data IUP milik PT. BMU melalui situs MOMI Minerba dan MODI Kementerian Energi Sumberdaya Mineral. Tercatat bahwa luasan izin yang diberikan oleh pemerintah yaitu 1.000 hektar yang ditandatangani oleh Bupati Aceh Selatan melalui SK Nomor 52 TAHUN 2012 yang berlaku dari 24/1/2012 sampai 24/1/2023 dengan komoditas bijih besi. 

“Izin pertambangan tersebut diberikan 6 tahun setelah UU Pemerintah Aceh disahkan, dan sebelum Qanun No. Qanun No. 15 Tahun 2013 di mana pemerintah kabupaten memiliki kewenangan penuh menerbitkan perizinan di wilayah Aceh. 

“Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh melalui regulasinya harus segera bertindak dengan sangat tegas bersama penegak hukum atas temuan-temuan pelanggaran izin tambang dengan segera tanpa pandang bulu ”katanya.

Sebab, pengusahaan minerba merupakan kebijakan strategis nasional yang harus dijalankan oleh negara sesuai UUD 1945 dan harus mendatangkan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat. 

“Sektor minerba dapat meningkatkan Pendapatan Asli Aceh. Pengelolaanya harus taat pada peraturan perundang-undangan dan kaidah keilmuan. Industri ini tidak bisa dikelola secara main-main, karena memiliki modal besar, sumberdaya kompeten, teknologi canggih, dan resiko tinggi. 

Aktivitas pertambangan juga merubah keadaan lingkungan, sehingga perlu penanganan khusus dengan menerapkan program perlindungan dan pemulihan lingkungan. Hal tersebut bertujuan agar alam tetap memberikan ruang hijau untuk dinikmati oleh segenap makhluk hidup” lanjut Rafly Kande.

Para pemegang IUP dituntut harus menjalankan Good Mining Practice (GMP) sebagaimana Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2018 dimana menekankan pada Pengelolaan lingkungan hidup yang dibuktikan di lapangan dan laporan pertanggung jawaban. 

Terkhusus bagi Aceh, pemberian IUP terhadap PT. BMU dirasa menjadi pelajaran untuk memastikan koordinasi yang kuat antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat agar regulasi benar-benar ditegakkan. 

“Publik wajib tahu seperti apa pelaksanaan pemulihan lingkungan dan tanggung jawab sosial oleh PT. BMU, termasuk perusahaan tambang yang beroperasi di Aceh. Jika tidak sesuai regulasi, maka pemerintah wajib berikan sanksi, bahkan pencabutan izin” tegas Rafly Kande.

Ia mendorong Pemerintah Pusat melalui Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal RI dengan regulasinya harus memberikan respon konkrit atas upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh terhadap izin tambang di wilayah Aceh.  

Ia juga meminta Pemerintah Aceh untuk pro-aktif terhadap izin tambang yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) di wilayah Aceh. Hal ini bertujuan untuk memastikan pengelolaan tambang-tambang asing itu sesuai standarisasi, dan menghormati kekhususan Aceh. 

“Kolaborasi aktif Pemerintah Aceh dan Perusahaan Asing menjadi katalisator untuk transfer teknologi, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, termasuk juga keterlibatan porsi saham kepada perusahaan pemerintah daerah. Supaya tercipta pengawasan yang berimbang atas data-data temuan seberapa besar potensi sumberdaya dan cadangan dalam WIUP yang diterbtikan” . 

Sebagai masukan, Rafly Kande mengajak elemen Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat untuk membentuk Badan Pengelolaan Pertambangan Minerba Aceh agar memperkuat pelaksanaan kekhususan Aceh, sehingga proses koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan terlaksana efektif, efisien, dan tercipta transparansi kepada rakyat Aceh.

Dalam catatan Rafly dari sumber informasi yang valid, PAD Aceh bidang Pertambangan dan Migas yaitu sekitar 1 Triliun. Bayangkan bila sektor ini dikelola dengan baik, maka akan mendatangkan kesejahteraan bagi Aceh sehingga bisa meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dan dan pembangunan ekonomi rakyat.

“Diparlemen pusat selalu saya tegaskan didalam rapat komisi dan paripurna bahwa optimalisasi sumber daya alam da sumber daya manusia adalah bagian terpenting utk menuju kemandirian Aceh dlm martabat pusat itu sendiri," pungkas Rafly Kande.
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Rafly Kande: Pemerintah Harus Tegas Terkait PT BMU

Terkini

Adsense