Aceh Jaya - Bertekad memutus ketergantungan pasokan telur dari daerah lain, Maulidi memulai usaha yang jarang dilirik orang. Berkat dukungan dari Bank Aceh, ia berhasil memproduksi pakan ayam sendiri.
Pagi masih buta, Maulidi bergegas menuju kandang ayam yang hanya sepelemparan batu dari rumah.
Dia mengambil tatakan telur dan mengisinya dengan telur-telur yang berjejer di bagian bawah kandang.
Sebelum matahari bersinar terang, seluruh telur yang dihasilkan ayam-ayam peliharaannya tersusun rapi dan siap dijual di Kecamatan Pasie Raya, Aceh Jaya.
“Kalau populasi ayamnya sekitar 1.100 ekor. Tapi tidak semua yang bertelur pada hari yang sama. Hanya sekitar 90 persen atau sekitar 1.000 telur perhari,” kata Maulidi, pekan lalu. “Ya, sekitar 30 papan.”
Maulidi adalah satu-satunya peternak ayam petelur di Gampong Ceuraceu, Kecamatan Pasie Raya, Aceh Jaya. Bisnis sejenis di kampung itu diusahakan oleh sebuah badan usaha milik Gampong Ceuraceu. Bisnis ini dimulai Maulidi pada Januari 2022. Dia memulai usaha ini di atas lahan pribadi.
Gampong Ceuraceu terletak sekitar 25 kilometer dari Keude Teunom. Nama itu merupakan kawasan perdagangan yang cukup termasyur di kawasan Barat Selatan. Selain menjadi tempat perlintasan utama Banda Aceh ke Meulaboh, masyarakat di kawasan itu juga mencari keperluan mereka di Keude Teunom.
Namun telur-telur dari kandang Maulidi sering tak sampai ke Keude Teunom. Setiap hari, telur hasil panen itu disebar untuk masyarakat di Kecamatan Pasie Raya. Biasanya telur-telur itu ludes hanya dalam waktu dua hari. Jika ada lebih, barulah telur-telur itu dijual ke warung-warung yang ada di Keude Teunom.
Telur ayam Maulidi memang diminati warga. Terutama karena kualitas yang baik. Semua telur yang dijual Maulidi baru dan segar. Berbeda dengan telur-telur yang didatangkan dari luar daerah, terutama dari Sumatera Utara, yang relatif jauh dan butuh waktu lama untuk sampai ke Aceh Jaya.
Maulidi tertarik berbisnis ayam petelur setelah melihat usaha yang sama milik kerabatnya saat kuliah. Setelah mengantongi titel sarjana teknik mesin, dia mencoba bisnis yang sama dengan modal sendiri.
Dia memulai usaha itu dengan membuat kandang ayam dan mengisi kandang besar itu perlahan-perlahan, sesuai dengan isi kantong. Kandang itu sendiri dapat menampung lebih dari 1.600 ekor. Namun di awal, dia hanya mampu mengisi kandang itu dengan 500 ekor ayam.
Total modal yang dihabiskan Maulidi untuk membeli ayam, vaksin, obat-obatan, dan pakan, di luar biaya pembuatan kandang, mencapai seratusan juta.
Ayam yang dia beli tidak langsung bertelur. Maulidi harus menunggu dua hingga tiga bulan agar ayam-ayam itu cukup umur untuk menghasilkan telur.
Hingga saat itu tiba, dia tetap mengeluarkan modal untuk membeli pakan ayam. Semua menjadi lebih ringan setelah ayam-ayam itu menghasilkan dan telur-telur itu dijual ke masyarakat di Pasie Raya.
Uang hasil penjualan telur itu digunakan untuk membeli pakan yang diproduksi oleh perusahaan raksasa yang memproduksi pakan ayam.
“Keinginan saya sederhana. Saya hanya ingin masyarakat kita tidak lagi bergantung dengan pasokan telur dari luar,” kata Maulidi.
Tidak banyak bantuan yang diperoleh Maulidi untuk mengembangkan usaha ini. Selain dari kerabat, dia mendapatkan bantuan modal dari Bank Aceh. Sempat ada tawaran dari beberapa pihak, namun Maulidi lebih memercayai Bank Aceh. Sama seperti alasan mendirikan usaha ini, dia ingin uang masyarakat Aceh tetap beredar di Aceh. Selain itu, prosesnya cepat, angsurannya juga relatif lebih murah.
Bantuan modal yang dia peroleh dari Bank Aceh, digunakan untuk membeli pakan ayam dan membeli mesin perontok jagung. Proses pengajuan pembiayaan di Bank Aceh juga terbilang mudah. Maulidi mengatakan petugas bank banyak membantu dia dalam pengajuan pinjaman modal. Bahkan setelah mengajukan pembiayaan, petugas bank segera menyurvei usaha Maulidi dan menyetujui permohonan bantuan yang dia harapkan.
“Bank Aceh juga memberikan banyak masukan positif terkait pengelolaan usaya yang Saya jalani,” ujarnya.
Maulidi bertekad untuk membuat sendiri pakan ayam yang saat ini tergolong sulit didapat. Pernah, beberapa waktu lalu, pakan ayam yang dipesan Maulidi telat sampai. Akibatnya, Maulidi terpaksa mengurangi jatah makan ayam dan itu mengakibatkan produksi ayam berkurang hingga 50 persen.
Maulidi mendapat satu pelajaran penting dari kejadian itu: dia harus memproduksi sendiri pakan ayam. Apalagi, di Aceh Jaya, semua bahan baku pembuatan pakan tersedia. Dengan memproduksi sendiri pakan ayam, Maulidi hakul yakin dapat menjual telur ayam lebih murah dan membeli jagung dari petani dengan harga lebih tinggi.
Saat ini, Maulidi mempekerjakan dua orang. Mereka bertugas untuk membersihkan kandang dari kotoran ayam. Untuk mengantisipasi bau tidak sedap dan hama lalat, Maulidi menggunakan obat khusus.
Untuk bisa memproduksi pakan ayam sendiri, Maulidi berencana menambah beberapa mesin lain. Terutama mesin untuk membentuk pakan ayam seukuran biji kemiri.
“Sebagai bank daerah, Bank Aceh telah membantu masyarakat Aceh untuk memutus ketergantungan pada telur dari Medan,” kata Maulidi. “Kita mulai dari yang kecil untuk menjadi mandiri.”