Destinasi wisata Kuala Gabi Singkil |
NOA | Aceh Singkil - Para pemuka agama Desa Pulo Sarok, Kabupaten Aceh
Singkil, Provinsi Aceh sepakat untuk menolak pengembangan Destinasi Wisata
Kuala Gabi karena rentan pelanggar Syariat Islam.
Penegasan itu disampaikan para perangkat keagamaan dalam agenda
pembahasan Destinasi Kuala Gabi di aula Gedung Pemuda Pulo Sarok Aceh Singkil,
Rabu (10/6/2020).
Acara itu dipimpin Keuchik Pulo Sarok Sabri Party, yang turut dihadiri
Sekdes Yasmi, Ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Nasruddin, sejumlah
perangkat keagamaan Kampung, para Kepala Dusun dan para tokoh masyarakat
setempat lainnya.
Dalam Musyawarah pembahasan itu, Imam Musfar, salah seorang perangkat
keagamaan, mengatakan pengembangan Kuala Gabi dikhawatirkan berdampak sosial
negatif pada masyarakat, karena wujud wisatanya membuka peluang pelanggaran Syariat Islam walau dikelola
secara kearifan lokalnya.
"Kita agak anti sekali karena imbasnya ke masyarakat, nantinya
yang bisa mengarah pelanggaran syariat, mengingat kedepan semakin berat untuk
memberantasnya", kata Musfar.
Musfar juga menegaskan pihaknya tidak ingin wisata baru itu
dikembangkan, karena proses wisata dikhawatirkan membaur dengan perbuatan
maksiat. Pihaknya sepakat untuk sementara pengembangan Wisata Kuala Gabi jangan
ada pelayanan.
"Hal ini perlu saya tegaskan pengalaman yang sudah-sudah, baik
dipantai, yang ada hiburannya untuk mengatasi pelanggar syariat, instansi
terkait dan pihak desa kewalahan", ujar Musfar.
Terlepas dari apa yang diuntungkan, kata Imam Utama Desa itu, pihaknya
meminta pertimbangkan kembali, setidaknya tanggung jawab bersama jangan sampai
kampung diturunkan Bala.
Sabaruddin, Khatib Kampung Pulo Sarok, juga menambahkan, intinya
pengelolaan Destinasi Wisata Kuala Gabi tidak boleh ada pelanggar syariat di
bumi Syekh Abdurrauf Aceh Singkil. "Berkunjung
tidak dilarang, namun inisiasinya bila terjadi pelanggaran syariat, bagaimana?,
mohon jadwal kunjunga diatur,” ujarnya.
Sementara Keuchik Pulo Sarok Sabri Parti, menyampaikan, pulau-pulau
kecil Kuala Gabi yang masuk kawasan Dusun Perdamaian, Pulo Sarok sudah lama
dilirik pegiat wisata lokal. "Dampak
ekonominya memang sangat dirasa bergeliat untuk pendapatan masyarakat setempat,
beberapa pekan ini namun dampak sosialnya perlu kita sikapi lagi", ujarnya
dalam forum itu.
Dikatakannya Kuala Gabi hingga sampai kawasan Singkil lamo itu
merupakan bahagian Rawa Singkil, yang tergolong lahan konservasi atau termasuk
hutan lindung, yang ditumbuhi pohon cemara dan pohon Bakau (Manggrove).
Hal senada juga dikatakan Panglima Laut Kampung Pulo Sarok Basri,
bahwasanya memang dampak ekonomi masyarakat terutama nelayan dari sisi ekonomi,
yakni transport antar jemput sangat diuntungkan.
Menurutnya hal lain juga penting disampaikan pada kelompok pengelola
dan pembinanya agar bisa memberikan pengertian secara arif. "Lokasi
muara(kuala pertemuan air asin-tawar) labil dan cendrung berpindah-pindah,
sehingga lokasi wisata patut dipertimbangkan, agar jangan sampai terjadi
hal-hal yang tak diinginkan,” tegas Basri.
Beberapa tokoh masyarakat lainnya juga menyampaikan, pengelolaan dan perkembangan
Kuala Gabi harus turut campur pemerintahan desa untuk mengatur regulasi. Seperti
pengaturan jadwal kunjungan, tidak boleh malam, dan pengelola diminta tanggung
jawab penuh.
Sebelumnya pihak perwakilan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten
Aceh Singkil Admi, SHut yang dihadirkan pihak desa dalam kesempatan itu
menyampaikan Hutan lindung tercetus berdasarkan keputusan pemerintah pusat.
Hutan lindung hak paten tidak boleh diganggu dalam bentuk aktivitas apapun.
Fungsi hutan lindung di pulo sarok, yakni kurangi abrasi, kurangi
tiupan angin, tempat berkembangnya biota laut, dan sebagai tameng bila ada
gelombang pasang. "Pada dasarnya Hutan lindung, suakamarga satwa, segala
aktivitas apapun tidak boleh digunakan, seperti Wisata, penebangan pohon, itu
tidak dibenarkan apapun alasannya,” ujar Admi.
Namun, kata Admi Sekarang kebijakan pemerintah desa, cara baiknya untuk
dikelola guna peningkatan ekonomi, yang pada intinya masyarakat bisa sejahtera
namun hutan tetap lestari.(KAI)